Disusun
oleh :
Romi
Andrian
Nim
: 09C10432053
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH ACEH BARAT
2014
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ikan lele merupakan salah satu jenis
ikan air tawar yang sedang meluas dibudidayakan oleh masyarakat terutama di
Pulau Jawa. Budidaya lele berkembang pesat dikarenakan dapat dibudidayakan di
lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat tebar tinggi, teknologi
budidaya relatif mudah dikuasai oleh masyarakat, pemasarannya relatif mudah dan
modal usaha yang dibutuhkan relatif rendah.
Seperti halnya sifat biologi lele
Sangkuriang tergolong omnivora. Di alam ataupun lingkungan budidaya, ia dapat
memanfaatkan plankton, cacing, insekta, udang-udang kecil dan mollusca sebagai
makanannya. Keunggulan dari lele sangkuriang ini diantaranya yaitu dapat
dipijahkan sepanjang tahun, fekunditas telur yang tinggi, dapat hidup pada
kondisi air yang marjinal dan efisiensi pada pakan yang tinggi.
1.2. Tujuan
Tujuan
Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Hatchery
Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mempelajari Teknik pembenihan semi buatan (Induced
Spawning) pada ikan lele sangkuriang (Clarias Sp)
2. Untuk mengetahui
permasalahan yang kemungkinan muncul pada pembenihan lele sangkuriang dan
mengetahui solusinya.
1.3. Manfaat
PKL
Praktek
Kerja Lapangan (PKL) bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
dilapangan serta memahami permasalahan yang timbul sehingga diharapkan dapat
melakukan Teknik pembenihan
semi buatan (Induced Spawning) pada ikan lele sangkuriang (Clarias Sp)
Serta mampu mengatasi permasalahan yang timbul dan nantinya akan menambah
informasi bagi yang memerlukannya.
|
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistematika
2.1.1.
Klasifikasi Lele Sangkuriang
Lukito
(2002) menyatakan bahwa lele sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetika
lele dumbo melalui silang balik (backcross). Sehingga klasifikasinya sama dengan lele
dumbo yakni:
Phyllum : Chordata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Subordo : Siluroidea
Famili : Clariidae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias sp.
2.1.2. Proses Perbaikan
Genetik
Lele Sangkuriang merupakan hasil
perbaikan genetik melalui cara silang balik (back cross) antara induk betina generasi kedua F2 dengan
induk jantan generasi keenam F6. Kemudian menghasilkan jantan dan
betina F2-6. Jantan F2-6
selanjutnya dikawinkan dengan betina generasi kedua F2 sehingga
menghasilkan lele sangkuriang.
Induk betina F2 merupakan
koleksi yang ada di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT)
Sukabumi yang berasal dari keturunan kedua lele dumbo yang diintroduksi dari
Afrika ke Indonesia tahun 1985. Sedangkan induk jantan F6 merupakan
sediaan induk yang ada di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi
(Anonimus, 2007).
|
Tubuh ikan lele sangkuriang
mempunyai bentuk tubuh memanjang, berkulit licin, berlendir, dan tidak
bersisik. Bentuk kepala menggepeng (depress), dengan mulut yang relatif
lebar, mempunyai empat pasang sungut.
Lele Sangkuriang memiliki tiga sirip
tunggal, yakni sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur. Sementara itu, sirip yang yang berpasangan
ada dua yakni sirip dada dan sirip perut. Pada sirip dada (pina thoracalis) dijumpai sepasang patil atau duri keras yang dapat
digunakan untuk mempertahankan diri dan kadang-kadang dapat dipakai untuk
berjalan dipermukaan tanah atau pematang. Pada bagian atas ruangan rongga
insang terdapat alat pernapasan tambahan (organ arborescent), bentuknya seperti batang pohon yang penuh dengan
kapiler-kapiler darah.
2.3. Habitat
Lele sangkuriang dapat hidup di
lingkungan yang kualitas airnya sangat jelek. Kualitas air yang baik untuk pertumbuhan
yaitu kandungan O2 6 ppm, CO2
kurang dari 12 ppm, suhu 24 – 26 o C, pH 6 – 7,
NH3 kurang dari 1 ppm dan daya tembus matahari ke
dalam air maksimum 30 cm (Lukito, 2002).
2.4. Tingkah
Laku
Ikan lele dikenal aktif pada malam
hari (nokturnal). Pada siang hari,
ikan lele lebih suka berdiam didalam lubang atau tempat yang tenang dan aliran
air tidak terlalu deras. Ikan lele mempunyai kebiasaan mengaduk-aduk lumpur
dasar untuk mencari binatang-binatang kecil (bentos) yang terletak di dasar
perairan (Simanjutak, 1989 ).
III.
METODE PRAKTIK KERJA LAPANGAN
3.1. Waktu dan Tempat
Kegiatan Praktek
Kerja Lapang dilaksanakan selama 20 hari, terhitung mulai tanggal 04 s/d 25 Juli 2014,
bertempat di Hatchery Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Teuku
Umar Kabupaten Aceh Barat.
3.2 Alat dan Bahan
1. Alat
Alat-alat
yang digunakan selama praktik kerja lapangan antara lain:
a.
Bak induk
terbuat dari beton dan berukuran (10 x 2 x 1,5) meter sebanyak 2 buah.
b. Bak
pemberokan berupa bak fiber dengan volume 500 liter sebanyak 3 buah.
c.
Bak
penetasan berupa bak fiber dengan ukuran (4 x 2 x 0,5) meter sebanyak 2 buah
dan aqurium (50 x 70 x 40) cm sebanyak 3 buah
d.
Bak
pendederan dari beton yang berbentuk bulat (2 x 2 x 0,5) meter sebanyak 9 buah.
e.
Jarum/benang penjait
f.
Alat suntik.
g. Timbangan
digital.
h. Aerasi.
i.
Hi-blow.
j.
Penggaris.
k. Baskom/ember.
l.
Becker glass.
m. Gunting/pisau
n. Tissue/serbet.
o.
Buluh ayam
2. Bahan
Bahan yang digunakan selama
praktik kerja lapangan antara lain:
a. Induk lele sangkuriang
b. Pakan induk (pelet tenggelam dan perut ayam)
c. Pakan benih (artemia)
d. Hormon perangsang (ovaprim)
e. NaCl
f. Obat-obatan (antibiotik)
3.3 Metode Kerja
1. Menyiapkan
alat, bahan dan wadah
Alat dan bahan yang digunakan
dikumpul dalam suatu tempat dan ditata rapi sesuai dengan pemakaiannya. Untuk
persiapan pertama yaitu, pengeringan kolam agar induk bisa ditangkap dengan
cara membuka saluran outlet.
2. Seleksi
Induk
Pertama-tama, dalam pemilihan induk
lele sangkuriang kita harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas telur yang
akan dihasilkan dalam pemijahan yang akan kita lakukan. Kriteria
induk yang berada dalam masa produktif (siap untuk dipijahkan) antara lain:
§ Induk
berusia ± 8 s/d 30 bulan.
§ Berat induk
berkisar antara 1,2 s/d 4 kg.
§ Bentuk tubuh
normal, tidak ada kelainan, dan dalam kondisi
sehat.
Gambar 1. Ciri-Ciri
Kelamin Jantan dan Betina
a. Induk Betina
§ Alat kelamin
terlihat agak menonjol dan berwarna merah tua s/d abu-abu.
§ Perut
buncit, dan jika dipegang terasa kenyal.
§ Jika bagian
punggung diusap dengan tangan, sirip punggung akan berdiri.
b. Induk Jantan
§ Alat kelamin
berwarna merah tua ata abu-abu.
§ Jika bagian
perut ditekan, akan keluar cairan sperma berwarna
§ Jika bagian
punggung diusap dengan tangan, sirip punggung akan berdiri. Dalam
kesehariannya, jika sudah matang gonat, gerakan pejantan akan terlihat lebih
agresif.
3. Pemberokan
Pemberokan
dilakukan di dalam bak fiber yang berbentuk bulat berdiameter 1,5 meter dan
tinggi 1 meter. Dalam pemberokan, induk jantan dan betina ditempatkan pada
wadah yang berbeda. Kegiatan pemberokan dilakukan selama 13 jam.
4. Penyuntikan
Alat dan bahan yang digunakan dalam
proses penyuntikan berupa alat suntik dan hormon ovaprim. Penyuntikan dilakukan
pada induk betina dosis 0,5ml/kg dan untuk induk jantan dengan dosis 0,3 ml/kg.
Penyuntikan dilakukan pada jam 09:00 Wib. Penyuntikan dilakukan pada punggung
induk betina dengan kemiringan 450 kearah kepala dan untuk induk
jantan dengan kemiringan 430. Setelah
penyuntikan induk dimasukan kembali ke dalam bak pemberokan untuk persiapan
stripping pada keesokan harinya.
5. Pemijahaan,
Stripping dan Pembuahaan
Pemijahaan yang dilakukan secara
buatan yaitu dengan cara stripping pada induk betina dan pembedahaan pada induk
jantan. Pembedahaan pada induk jantan
dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan stripping pada induk betina.
Sebelum
pengeluaran telur, sperma harus disiapkan. dengan caranya, induk jantan yang
sudah matang kelamin, dipotong secara vertikal tepat di belakang tutup insang,
kemudian keluarkan darahnya, gunting kulit perut mulai dari anus hingga belakang
tutup insang, kemudian lakukan pengambilan kantung sperma; bersihkan kantung
sperma dengan tisu hingga kering; hancurkan kantung sperma dengan cara
menggunting bagian yang paling banyak; peras spermanya agar keluar dan masukan
ke dalam mangkok yang telah diisi larutan fisiologis.
Pengeluaran telur dilakukan setelah
12 jam dari penyuntikan. Cara pengeluaran telur : siapkan baskom, NaCl
Fisiologis, kain lap dan tisu, induk ditangkap dengan sekup net, kemudian
keringkan tubuh induk dengan kain lap, bungkus induk dengan lap dan biarkan
lubang telur terbuka, pegang bagian kepala harus ditutup lalu pegang bagian
ekor oleh yang lainnya, pijit bagian perut ke arah lubang telur, dan tampung
telur dalam baskom. Kemudian
dilakukan proses pembuahan yaitu dengan mencampurkan cairan sperma dan telur
serta diencerkan dengan larutan pembuahan. Aduk secara perlahan-lahan dengan
bulu ayam seperti arah jam berjalan sampai sperma dapat membuahi telur secara
sempurna.
6. Penetasan
Telur
Penetasan telur dilakukan di dalam
bak fiber dan aquarium yang telah
disiapkan sebelumnya. Penebaran telur dilakukan secara merata dan diusahakan
telur tidak menumpuk pada suatu tempat.
7. Pemeliharaan
Larva
Pemeliharaan larva dilakukan di
dalam bak fiber dan aquarium yang telah disiapkan, pemeliharaan larva dilakukan
pada hapa penetasaan selama 4-5 hari dan diberi aerasi secara terus-menerus.
Selama pemeliharaan larva tidak diberi makan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Seleksi Induk
Kegiatan seleksi induk yang
dilakukan mempunyai tujuan untuk memilih induk yang matang gonad sehingga siap
untuk dipijahkan. Seleksi induk dilakukan dengan cara mengurangi air kolam
terlebih dahulu hingga air hanya tersisa pada bagian kemalir. Kegiatan ini
bertujuan untuk mempermudah dalam penangkapan. Setelah induk betina dan jantan
ditangkap kemudian diperiksa satu persatu berdasarkan ciri fisik. Induk yang
diseleksi dan matang gonad diambil kemudian dipindahkan ke dalam bak
pemberokan. Kegiatan yang dilakukan sesuai dengan sumber acuan Puspowordoyo dan Djariah
(2000).
Adapun ciri-ciri fisik induk betina
yang telah matang gonad ditandai dengan apabila diraba perutnya membesar dan
lunak selain itu bentuk alat kelaminnya membulat dan berwarna kemerahan.
Sedangkan induk jantan yang telah matang gonad ditandai dengan alat kelaminnya
yang meruncing melebihi pangkal sirip ekornya dan berwarna kemerah-merahan.
Ciri-ciri fisik induk matang gonad ini sesuai dengan Peranginangin (2003) yang
menyatakan ciri-ciri induk betina yang matang gonad dapat dilihat bagian
perutnya membesar dan alat kelamin berwarna kemerah-merahan.
Dari kegiatan seleksi induk
diperoleh induk jantan yang matang gonad sebanyak 1 ekor dan induk betina yang
matang gonad sebanyak 1 ekor. Induk yang diseleksi ini adalah induk ikan Lele
yang sebelumnya telah dipelihara dengan umur rata-rata antara 1-2 tahun. Induk
yang digunakan tersebut sesuai SNI : 01-6484.1 (2000), bahwa umur induk jantan
yang dipijahkan adalah 8-12 bulan sedangkan induk betina adalah 12-15 bulan.
4.2 Pemberokan
|
Hal ini dimaksudkan untuk
mendapatkan benih yang berkualitas agar mendapatkan calon indukan yang
berkualitas dan unggul. Pemberokan dilakukan dengan tujuan untuk mengosongkan kotoran
dalam perut dan mengurangi lemak pada gonad sehingga ikan pada saat stripping
tidak mengeluarkan kotoran. Apabila kotoran tercampur dengan telur akan
menutupi mikrofil telur sehingga mengganggu sperma dalam membuahi sel telur.
pemberokan dilakukan selama 9-12 jam sebelum penyuntikan.
4.3 Penyuntikan
Setelah
dilakukan pemberokan selama 9-12 jam maka induk yang benar-benar matang gonad
siap untuk dilakukan penyuntikan. Penyuntikan dilakukan pada sore hari dari
pukul 17.30 sampai dengan 18.30 WIB hal ini bertujuan agar waktu pengurutan (stripping) dapat dilakukan pada pagi
harinya. Pada saat penyuntikan hormone ovaprim diperlukan dalam jumlah yang
cukup sehingga pemijahan akan berhasil.
Penyuntikan dilakukan pada induk
betina dan jantan dengan menggunakan hormon ovaprim dengan dosis 0,5 ml/kg untuk
induk betina dan dosis 0,3 ml/kg untuk induk jantan. Perhitungan kebutuhan
ovaprim dan NaCl 0,9%. Penambahan NaCl ini dilakukan untuk mengencerkan hormone ovaprim agar tidak terlalu
pekat sehingga hormone mudah masuk ke dalam tubuh ikan Lele. Fungsi hormone
ovaprim adalah untuk merangsang proses pematangan gonad pada induk Lele. Hormon
ovaprim ini bekerja sebagai penghubung antara otak dan gonad ikan, kemudian
selnya menghasilkan gonadotropin dan melepaskan hormone tersebut saat adanya
perintah.
Setelah
penyuntikan, induk ikan Lele dimasukkan kembali ke dalam bak fiber tempat
pemberokan dengan memisahkan antara jantan dan betina. Hal ini dilakukan untuk
menghindari pemijahan yang tidak diinginkan sebab pembuahan akan dilakukan
secara buatan.
4.4 Pemijahan, Stripping dan Pembuahan
Pengurutan atau stripping dilakukan
pada pukul 09.00 sampai dengan 10.30 WIB atau setelah selang waktu 11,5 jam
sampai 12,5 jam setelah penyuntikan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Sunarma (2004), bahwa selang waktu antara penyuntikan dengan ovulasi telur
adalah 10-14 jam tergantung suhu inkubasi induk.
Pembuahan buatan dilakukan karena
dimungkinkan tingkat keberhasilan sperma dalam membuahi sel telur cukup baik
sehingga didapatkan derajat pembuahan dan derajat penetasan yang tinggi dan
benih yang seragam serta berkualitas baik. Hal ini berbeda dengan pembuahan secara
alami yang memiliki resiko kegagalan yang tinggi dan hasil yang rendah. Berdasarkan
pernyataan Sunarma (2004), bahwa pemijahan ikan Lele Sangkuriang dapat
dilakukan dengan tiga cara, yaitu: pemijahan alami, pemijahan semi alami dan
pemijahan buatan. Tetapi pada praktik dilakukan
pemijahan secara buatan dengan menyuntik induk betina dan jantan dengan melakukan
pembedahan pada induk jantan untuk diambil kantung spermanya. Jumlah induk yang
dipijahkan adalah 2 ekor yang terdiri dari 1 ekor betina dan 1 ekor jantan.
Perbandingan jantan dan betina yang
digunakan adalah 1:1 atau dengan kata lain 1 (satu) ekor induk betina dibuahi
oleh 1 (satu ) ekor induk jantan. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan benih
ikan yang unggul dan berkualitas yang akan
dipelihara menjadi calon induk. Perbandingan tersebut juga bertujuan untuk
menghindari adanya inbriding atau induk yang tidak matang gonad sehingga tidak
menghasilkan sperma dan sel telur sesuai dengan yang diinginkan.
Kegiatan pengambilan kantung sperma
terdiri atas beberapa tahap. Tahap pertama dilakukan pembedahan perut induk
jantan dengan gunting bedah. Selanjutnya pada tahap kedua kantung sperma diambil
secara perlahan tahap ketiga kantung sperma dibersihkan dari darah yang menempel
dengan menggunakan tissue. tahap keempat kantung sperma dibedah dengan
menggunakan gunting dan dicampurkan dengan NaCL 0,9% sebanyak 200 ml.
Pemberian larutan NaCl 0,9% ini
bertujuan untuk menjaga sel sperma agar dapat bertahan lebih lama. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Satyani dkk. (2006), sperma tanpa perlakuan hanya
dapat bertahan 45 detik namun dengan pemberian NaCl dapat bertahan sampai 4-6
jam terutama pada suhu 14-150 C. Pengurutan (stripping) telur pada induk betina dilakukan oleh 2 orang yang
menggunakan kain basah, perlakuan ini bertujuan untuk membuat induk merasa
nyaman. Pengurutan dilakukan secara hati-hati bertujuan untuk mencegah induk
melakukan gerakan.
4.5 Penetasan Telur dan Pemeliharaan
Larva
Telur
yang telah buahi oleh sperma ditebar pada hapa penetasan yang telah disiapkan.
Penebaran dilakukan secara merata dan diusahakan telur tidak menumpuk pada satu
tempat. Untuk menghindari penumpukan telur pada saat ditebar, caranya adalah
dengan membuat semacam gelombang kecil menggunakan bulu ayam pada saat telur ditebar.
Wadah penetasan dilengkapi dengan 2
(dua) titik aerasi serta saluran pemasukan air yang terbuat dari pipa PVC 1
(satu) inc yang diberi lubang untuk pergantian air selama proses penetasan
telur. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Sukabumi (2006), bahwa penetasan telur dilakukan pada bak yang sudah
dilengkapi.
Telur
yang telah ditebar dan diberi aerasi dibiarkan dalam bak penetasan. Telur ini
menetas dalam waktu 30-36 jam dengan suhu 230 C. Penetasan telur
yang terdapat di lokasi praktik sesuai
dengan pernyataan Najiyati (2003), bahwa telur akan menetas menjadi larva
setelah 30-36 jam. Lamanya waktu penetasan telur tergantung pada suhu perairan
dan udara. Hal ini sesuai dengan pernyataan Khairuman dan Amri (2005), bahwa
telur akan menetas tergantung dari suhu perairan dan suhu udara, semakin panas
(tinggi) suhu telur akan semakin cepat menetas dan kisaran suhu yang baik untuk
penetasan telur adalah 27-300 C.
Pemeliharaan
larva dilakukan dalam bak penetasan telur sampai larva berumur 5 hari. Selama
pemeliharaan, larva lele belum diberi makanan dari luar sebab masih terdapat
kuning telur di dalam tubuhnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sunarma
(2004), bahwa umumnya pemeliharaan larva dilakukan selama 5 hari dan belum
diberi makan dari luar.
Pemanenan
larva dilakukan setelah larva berumur 5 hari. Cara pemanenan yang dilakukan
pada lokasi praktik Hatchery
Fakultas Perikanan adalah pertama
dengan mematikan aliran air dan aerasi terlebih dahulu kemudian larva
dikumpulkan pada satu titik di dalam hapa. Larva kering (tanpa air) diangkat dari
kakaban.
V. KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan
yang dapat diambil dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang yang dilakukan antara
lain:
1. Metode pemijahan yang dilakukan di Hatchery Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Teuku Umar adalah dengan
pemijahan secara semi intensif merupakan
metode pemijahan yang lebih efisien dilakukan, karena lebih cepat
indukan jatan dan betina melakukan masa kawinnya.
2. Permasalahan yang kerap muncul dalam kegiatan pembenihan ikan lele sangkuriang di Hatchery Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Teuku Umar adalah siring matinya
lampu sehingga sangat berpengaruh terhadap tingkat kelansungan hidup larva .
3. Faktor penting dalam PKL di Hatchery Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Teuku Umar adalah mempersiapkan
mesin ginset agar tingkat kelangsungan hidup larva menjadi lebih baik untuk para mahasiswa yang
ingin mengambil praktikum di Hatchery Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Teuku Umar
5.2. Saran
Adapun
saran yang ingin penulis sampaikan kepada pihak Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Teuku Umar adalah:
1. Pihak Hatchery Perikanan diharapkan bisa
menambahkan fasilitas seperti ginset karna faktor ini yang sangat mempengarui
kelangsungan hidup dan tingkat keberhasilan suatu budidaya. Meskipun anggaran
untuk membuat fasilitas tersebut sangat tinggi tapi ini demi meningkatnya agredititas
Fakultas Perikanan
2. Pihak Hatchery Perikanan juga diharapkan dapat melengkapi
kekurangan sarana dan prasarana yang dibutuhkan seperti yang lain-lainnya untuk menunjang proses produksi yang lebih berkualitas.
|
DAFTAR
PUSTAKA
Anonimus.
2005. Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Sukabumi
Effendi,
I. 2004. Pengantar Akuakultur . Penebar Swadaya. Jakarta
Lukito, AM. 2002. Lele Ikan Berkumis Paling Populer.
Agromedia. Jakarta
Mujiman,
A. 2000.
Pakan Ikan. Penebar
Swadaya. Jakarta
Prihartono
ER, Rasidik J, Arie U. 2000.
Mengatasi Permasalahan Budidaya Lele Dumbo. Penebar Swadaya. Jakarta.
Simanjutak, RH. 1989. Pembudidayaan Ikan Lele Sangkuriang
dan Dumbo. Bharatara. Jakarta
Sunarma. Pembenihan Lele Sangkuriang http://sunarma.net/2008/09/
pembenihan-lele-sangkuriang-iii/. Diakses tanggal 30 Oktober 2010
Susanto, H.1989. Budidaya Ikan Lele. Kanisius. Yogyakarta
Suyanto, R.
1999. Budidaya
Ikan Lele. Penebar. Swadaya. Jakarta
Wijaya, B. 2011. Panduan Praktis dan Lengkap Budidaya Lele
Sangkuriang. Galmas Publisher. Klaten
(http://sunarma.net/2008/09/pembenihan -lele-sangkuriang-iii/)
Andrianto, T. T. dan Indarto, N. 2005. Pedoman Praktis Budidaya Ikan Lele.
Yogyakarta.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. 2006. Modul Pelatihan Penguatan Kemampuan
Dan Bakat Siswa (Life Skill);
Pembenihan Ikan Lele Dumbo “Sangkuriang”
(Clarias gariepinus). Pemerintah Kota
Sukabumi. Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan. Sukabumi. Hal 1-3.
Direktorat Pembudidayaan. 2005. Budidaya Lele Sangkuriang. Direktorat
Pembudidayaan, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan
Perikanan. Jakarta. Hal 1-13.
Effendie, M. I. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.
Hernowo dan S. R. Suyanto. 2004. Pembenihan dan Pembesaran Lele di
Pekarangan, Sawah dan Longyam. Penebar Swadaya. Jakarta.
|
LAMPIRAN
Gambar 1.
Kelamin Jatan/Betina Gambar 2.
Pengambilan Ovaprim Gambar
3. Penyuntikan dengan Kemiringan
Gambar
4.Stripping Telur Gambar 5.Pengambilan Sperma
Gambar 6. Penjaitan Ikan Kembali
Gambar 7. Telu/Sperma di
berikan NaCL Gambar 8.Pehitungan Telur Gambar 9. Mengaduk Menggunakan Bulu Ayam
Gambar 10.
Penebaran Telur/Sperma yang sudah di Aduk dengan menggunakan bulu ayam
|