Jumat, 23 Januari 2015


Disusun oleh :

Romi Andrian
Nim : 09C10432053





FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH ACEH BARAT
2014


 I.    PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sedang meluas dibudidayakan oleh masyarakat terutama di Pulau Jawa. Budidaya lele berkembang pesat dikarenakan dapat dibudidayakan di lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat tebar tinggi, teknologi budidaya relatif mudah dikuasai oleh masyarakat, pemasarannya relatif mudah dan modal usaha yang dibutuhkan relatif rendah.
Seperti halnya sifat biologi lele Sangkuriang tergolong omnivora. Di alam ataupun lingkungan budidaya, ia dapat memanfaatkan plankton, cacing, insekta, udang-udang kecil dan mollusca sebagai makanannya. Keunggulan dari lele sangkuriang ini diantaranya yaitu dapat dipijahkan sepanjang tahun, fekunditas telur yang tinggi, dapat hidup pada kondisi air yang marjinal dan efisiensi pada pakan yang tinggi.

1.2. Tujuan
Tujuan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Hatchery Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan ini adalah sebagai berikut:
1.         Untuk mempelajari Teknik pembenihan semi buatan (Induced Spawning) pada ikan lele sangkuriang (Clarias Sp)
2.         Untuk mengetahui permasalahan yang kemungkinan muncul pada pembenihan lele sangkuriang dan mengetahui solusinya.

1.3. Manfaat PKL
Praktek Kerja Lapangan (PKL) bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dilapangan serta memahami permasalahan yang timbul sehingga diharapkan dapat melakukan Teknik pembenihan semi buatan (Induced Spawning) pada ikan lele sangkuriang (Clarias Sp) Serta mampu mengatasi permasalahan yang timbul dan nantinya akan menambah informasi bagi yang memerlukannya.


 


 II.    TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistematika
2.1.1. Klasifikasi Lele Sangkuriang
Lukito (2002) menyatakan bahwa lele sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetika lele dumbo melalui silang balik (backcross).  Sehingga klasifikasinya sama dengan lele dumbo yakni:
Phyllum        : Chordata
Kelas            : Pisces
Subkelas       : Teleostei
Ordo             : Ostariophysi
Subordo        : Siluroidea
Famili           : Clariidae
Genus           : Clarias
Spesies          : Clarias sp.

2.1.2. Proses Perbaikan Genetik
Lele Sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetik melalui cara silang balik (back cross) antara induk betina generasi kedua F2 dengan induk jantan generasi keenam F6. Kemudian menghasilkan jantan dan betina F2-6. Jantan  F2-6 selanjutnya dikawinkan dengan betina generasi kedua F2 sehingga menghasilkan lele sangkuriang.
Induk betina F2 merupakan koleksi yang ada di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi yang berasal dari keturunan kedua lele dumbo yang diintroduksi dari Afrika ke Indonesia tahun 1985. Sedangkan induk jantan F6 merupakan sediaan induk yang ada di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi (Anonimus, 2007).

 2.2. Ciri-ciri Morfologi
Menurut Anonimus (2005) secara umum morfologi ikan lele sangkuriang tidak memiliki banyak perbedaan dengan lele dumbo yang selama ini banyak dibudidayakan.  Hal tersebut dikarenakan lele sangkuriang sendiri merupakan hasil silang dari induk lele dumbo.
 Tubuh ikan lele sangkuriang mempunyai bentuk tubuh memanjang, berkulit licin, berlendir, dan tidak bersisik.  Bentuk kepala menggepeng (depress), dengan mulut yang relatif lebar, mempunyai empat pasang sungut.
Lele Sangkuriang memiliki tiga sirip tunggal, yakni sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur.  Sementara itu, sirip yang yang berpasangan ada dua yakni sirip dada dan sirip perut. Pada sirip dada (pina thoracalis) dijumpai sepasang patil atau duri keras yang dapat digunakan untuk mempertahankan diri dan kadang-kadang dapat dipakai untuk berjalan dipermukaan tanah atau pematang. Pada bagian atas ruangan rongga insang terdapat alat pernapasan tambahan (organ arborescent), bentuknya seperti batang pohon yang penuh dengan kapiler-kapiler darah.

2.3. Habitat
Lele sangkuriang dapat hidup di lingkungan yang kualitas airnya sangat jelek.  Kualitas air yang baik untuk pertumbuhan yaitu kandungan O2 6 ppm,  CO2 kurang dari 12 ppm,  suhu 24 – 26 o C,  pH 6 – 7,  NH3 kurang  dari 1 ppm dan daya tembus matahari ke dalam air maksimum 30 cm (Lukito, 2002). 

2.4. Tingkah Laku
Ikan lele dikenal aktif pada malam hari (nokturnal). Pada siang hari, ikan lele lebih suka berdiam didalam lubang atau tempat yang tenang dan aliran air tidak terlalu deras. Ikan lele mempunyai kebiasaan mengaduk-aduk lumpur dasar untuk mencari binatang-binatang kecil (bentos) yang terletak di dasar perairan (Simanjutak, 1989 ).


III.    METODE PRAKTIK KERJA LAPANGAN

3.1.  Waktu dan Tempat
Kegiatan Praktek Kerja Lapang dilaksanakan selama 20 hari, terhitung mulai tanggal 04 s/d 25 Juli 2014, bertempat di Hatchery Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Teuku Umar Kabupaten Aceh Barat.

3.2 Alat dan Bahan
1.      Alat
Alat-alat yang digunakan selama praktik kerja lapangan antara lain:
a.       Bak induk terbuat dari beton dan berukuran (10 x 2 x 1,5) meter sebanyak 2 buah.
b.      Bak pemberokan berupa bak fiber dengan volume 500 liter sebanyak 3 buah.
c.       Bak penetasan berupa bak fiber dengan ukuran (4 x 2 x 0,5) meter sebanyak 2 buah dan aqurium (50 x 70 x 40) cm sebanyak 3 buah
d.       Bak pendederan dari beton yang berbentuk bulat (2 x 2 x 0,5) meter sebanyak 9 buah.
e.   Jarum/benang penjait
f.       Alat suntik.
g.      Timbangan digital.
h.      Aerasi.
i.        Hi-blow.
j.        Penggaris.
k.      Baskom/ember.
l.        Becker glass.
m.    Gunting/pisau
n.      Tissue/serbet.
o.   Buluh  ayam

2.      Bahan
Bahan yang digunakan selama praktik kerja lapangan antara lain:
a.       Induk lele sangkuriang
b.      Pakan induk (pelet tenggelam dan perut ayam)
c.       Pakan benih (artemia)
d.      Hormon perangsang (ovaprim)
e.       NaCl
f.       Obat-obatan (antibiotik)

3.3 Metode Kerja
1.      Menyiapkan alat, bahan dan wadah
Alat dan bahan yang digunakan dikumpul dalam suatu tempat dan ditata rapi sesuai dengan pemakaiannya. Untuk persiapan pertama yaitu, pengeringan kolam agar induk bisa ditangkap dengan cara membuka saluran outlet.

2.      Seleksi Induk
Pertama-tama, dalam pemilihan induk lele sangkuriang kita harus memperhatikan faktor-faktor  yang mempengaruhi produktivitas telur yang akan dihasilkan dalam pemijahan yang akan kita lakukan. Kriteria induk yang berada dalam masa produktif (siap untuk  dipijahkan) antara lain:
§  Induk berusia ± 8 s/d 30 bulan.
§  Berat induk berkisar antara 1,2 s/d 4 kg.
§  Bentuk tubuh normal, tidak ada kelainan, dan dalam kondisi sehat.


                  Gambar 1. Ciri-Ciri Kelamin Jantan  dan Betina
a.       Induk Betina
§  Alat kelamin terlihat agak menonjol dan berwarna merah tua s/d abu-abu.
§  Perut buncit, dan jika dipegang terasa kenyal.
§  Jika bagian punggung diusap dengan tangan, sirip punggung akan berdiri.
 b.    Induk Jantan
§  Alat kelamin berwarna merah tua ata abu-abu.
§  Jika bagian perut ditekan, akan keluar cairan sperma berwarna
§  Jika bagian punggung diusap dengan tangan, sirip punggung akan berdiri. Dalam kesehariannya, jika sudah matang gonat, gerakan pejantan akan terlihat lebih agresif.

3.      Pemberokan
            Pemberokan dilakukan di dalam bak fiber yang berbentuk bulat berdiameter 1,5 meter dan tinggi 1 meter. Dalam pemberokan, induk jantan dan betina ditempatkan pada wadah yang berbeda. Kegiatan pemberokan dilakukan selama 13 jam.

4.      Penyuntikan
Alat dan bahan yang digunakan dalam proses penyuntikan berupa alat suntik dan hormon ovaprim. Penyuntikan dilakukan pada induk betina dosis 0,5ml/kg dan untuk induk jantan dengan dosis 0,3 ml/kg. Penyuntikan dilakukan pada jam 09:00 Wib. Penyuntikan dilakukan pada punggung induk betina dengan kemiringan 450 kearah kepala dan untuk induk jantan dengan kemiringan 430. Setelah penyuntikan induk dimasukan kembali ke dalam bak pemberokan untuk persiapan stripping pada keesokan harinya.

5.      Pemijahaan, Stripping dan Pembuahaan
Pemijahaan yang dilakukan secara buatan yaitu dengan cara stripping pada induk betina dan pembedahaan pada induk jantan. Pembedahaan pada induk jantan  dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan stripping pada induk betina.
Sebelum pengeluaran telur, sperma harus disiapkan. dengan caranya, induk jantan yang sudah matang kelamin, dipotong secara vertikal tepat di belakang tutup insang, kemudian keluarkan darahnya, gunting kulit perut mulai dari anus hingga belakang tutup insang, kemudian lakukan pengambilan kantung sperma; bersihkan kantung sperma dengan tisu hingga kering; hancurkan kantung sperma dengan cara menggunting bagian yang paling banyak; peras spermanya agar keluar dan masukan ke dalam mangkok yang telah diisi larutan fisiologis.
Pengeluaran telur dilakukan setelah 12 jam dari penyuntikan. Cara pengeluaran telur : siapkan baskom, NaCl Fisiologis, kain lap dan tisu, induk ditangkap dengan sekup net, kemudian keringkan tubuh induk dengan kain lap, bungkus induk dengan lap dan biarkan lubang telur terbuka, pegang bagian kepala harus ditutup lalu pegang bagian ekor oleh yang lainnya, pijit bagian perut ke arah lubang telur, dan tampung telur dalam baskom. Kemudian dilakukan proses pembuahan yaitu dengan mencampurkan cairan sperma dan telur serta diencerkan dengan larutan pembuahan. Aduk secara perlahan-lahan dengan bulu ayam seperti arah jam berjalan sampai sperma dapat membuahi telur secara sempurna.

6.      Penetasan Telur
Penetasan telur dilakukan di dalam bak fiber dan aquarium yang  telah disiapkan sebelumnya. Penebaran telur dilakukan secara merata dan diusahakan telur tidak menumpuk pada suatu tempat.

7.      Pemeliharaan Larva
Pemeliharaan larva dilakukan di dalam bak fiber dan aquarium yang telah disiapkan, pemeliharaan larva dilakukan pada hapa penetasaan selama 4-5 hari dan diberi aerasi secara terus-menerus. Selama pemeliharaan larva tidak diberi makan.




IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Seleksi Induk
Kegiatan seleksi induk yang dilakukan mempunyai tujuan untuk memilih induk yang matang gonad sehingga siap untuk dipijahkan. Seleksi induk dilakukan dengan cara mengurangi air kolam terlebih dahulu hingga air hanya tersisa pada bagian kemalir. Kegiatan ini bertujuan untuk mempermudah dalam penangkapan. Setelah induk betina dan jantan ditangkap kemudian diperiksa satu persatu berdasarkan ciri fisik. Induk yang diseleksi dan matang gonad diambil kemudian dipindahkan ke dalam bak pemberokan. Kegiatan yang dilakukan sesuai dengan sumber acuan Puspowordoyo dan Djariah (2000).
Adapun ciri-ciri fisik induk betina yang telah matang gonad ditandai dengan apabila diraba perutnya membesar dan lunak selain itu bentuk alat kelaminnya membulat dan berwarna kemerahan. Sedangkan induk jantan yang telah matang gonad ditandai dengan alat kelaminnya yang meruncing melebihi pangkal sirip ekornya dan berwarna kemerah-merahan. Ciri-ciri fisik induk matang gonad ini sesuai dengan Peranginangin (2003) yang menyatakan ciri-ciri induk betina yang matang gonad dapat dilihat bagian perutnya membesar dan alat kelamin berwarna kemerah-merahan.
Dari kegiatan seleksi induk diperoleh induk jantan yang matang gonad sebanyak 1 ekor dan induk betina yang matang gonad sebanyak 1 ekor. Induk yang diseleksi ini adalah induk ikan Lele yang sebelumnya telah dipelihara dengan umur rata-rata antara 1-2 tahun. Induk yang digunakan tersebut sesuai SNI : 01-6484.1 (2000), bahwa umur induk jantan yang dipijahkan adalah 8-12 bulan sedangkan induk betina adalah 12-15 bulan.

4.2 Pemberokan

            Induk betina yang diberok berjumlah 1 ekor dan jantan 1 ekor. Jumlah ini sesuai dengan jumlah induk betina dan jantan yang diperoleh dari hasil seleksi sehingga diperoleh perbandingan antaran jantan dan betina 1:1. Perbandingan ini digunakan karena benih yang akan dihasilkan akan dipelihara menjadi calon indukan sehingga rasio jantan dan betina yang digunakan 1:1.
Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan benih yang berkualitas agar mendapatkan calon indukan yang berkualitas dan unggul. Pemberokan dilakukan dengan tujuan untuk mengosongkan kotoran dalam perut dan mengurangi lemak pada gonad sehingga ikan pada saat stripping tidak mengeluarkan kotoran. Apabila kotoran tercampur dengan telur akan menutupi mikrofil telur sehingga mengganggu sperma dalam membuahi sel telur. pemberokan dilakukan selama 9-12 jam sebelum penyuntikan.

4.3 Penyuntikan
            Setelah dilakukan pemberokan selama 9-12 jam maka induk yang benar-benar matang gonad siap untuk dilakukan penyuntikan. Penyuntikan dilakukan pada sore hari dari pukul 17.30 sampai dengan 18.30 WIB hal ini bertujuan agar waktu pengurutan (stripping) dapat dilakukan pada pagi harinya. Pada saat penyuntikan hormone ovaprim diperlukan dalam jumlah yang cukup sehingga pemijahan akan berhasil.
Penyuntikan dilakukan pada induk betina dan jantan dengan menggunakan hormon ovaprim dengan dosis 0,5 ml/kg untuk induk betina dan dosis 0,3 ml/kg untuk induk jantan. Perhitungan kebutuhan ovaprim dan NaCl 0,9%. Penambahan NaCl ini dilakukan untuk mengencerkan hormone ovaprim agar tidak terlalu pekat sehingga hormone mudah masuk ke dalam tubuh ikan Lele. Fungsi hormone ovaprim adalah untuk merangsang proses pematangan gonad pada induk Lele. Hormon ovaprim ini bekerja sebagai penghubung antara otak dan gonad ikan, kemudian selnya menghasilkan gonadotropin dan melepaskan hormone tersebut saat adanya perintah. 
            Setelah penyuntikan, induk ikan Lele dimasukkan kembali ke dalam bak fiber tempat pemberokan dengan memisahkan antara jantan dan betina. Hal ini dilakukan untuk menghindari pemijahan yang tidak diinginkan sebab pembuahan akan dilakukan secara buatan.
                          
4.4 Pemijahan, Stripping dan Pembuahan
Pengurutan atau stripping dilakukan pada pukul 09.00 sampai dengan 10.30 WIB atau setelah selang waktu 11,5 jam sampai 12,5 jam setelah penyuntikan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sunarma (2004), bahwa selang waktu antara penyuntikan dengan ovulasi telur adalah 10-14 jam tergantung suhu inkubasi induk.
Pembuahan buatan dilakukan karena dimungkinkan tingkat keberhasilan sperma dalam membuahi sel telur cukup baik sehingga didapatkan derajat pembuahan dan derajat penetasan yang tinggi dan benih yang seragam serta berkualitas baik. Hal ini berbeda dengan pembuahan secara alami yang memiliki resiko kegagalan yang tinggi dan hasil yang rendah. Berdasarkan pernyataan Sunarma (2004), bahwa pemijahan ikan Lele Sangkuriang dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu: pemijahan alami, pemijahan semi alami dan pemijahan buatan. Tetapi pada praktik dilakukan pemijahan secara buatan dengan menyuntik induk betina dan jantan dengan melakukan pembedahan pada induk jantan untuk diambil kantung spermanya. Jumlah induk yang dipijahkan adalah 2 ekor yang terdiri dari 1 ekor betina dan 1 ekor jantan.
Perbandingan jantan dan betina yang digunakan adalah 1:1 atau dengan kata lain 1 (satu) ekor induk betina dibuahi oleh 1 (satu ) ekor induk jantan. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan benih ikan yang unggul dan berkualitas yang  akan dipelihara menjadi calon induk. Perbandingan tersebut juga bertujuan untuk menghindari adanya inbriding atau induk yang tidak matang gonad sehingga tidak menghasilkan sperma dan sel telur sesuai dengan yang diinginkan.
Kegiatan pengambilan kantung sperma terdiri atas beberapa tahap. Tahap pertama dilakukan pembedahan perut induk jantan dengan gunting bedah. Selanjutnya pada tahap kedua kantung sperma diambil secara perlahan tahap ketiga kantung sperma dibersihkan dari darah yang menempel dengan menggunakan tissue. tahap keempat kantung sperma dibedah dengan menggunakan gunting dan dicampurkan dengan NaCL 0,9% sebanyak 200 ml.
Pemberian larutan NaCl 0,9% ini bertujuan untuk menjaga sel sperma agar dapat bertahan lebih lama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Satyani dkk. (2006), sperma tanpa perlakuan hanya dapat bertahan 45 detik namun dengan pemberian NaCl dapat bertahan sampai 4-6 jam terutama pada suhu 14-150 C. Pengurutan (stripping) telur pada induk betina dilakukan oleh 2 orang yang menggunakan kain basah, perlakuan ini bertujuan untuk membuat induk merasa nyaman. Pengurutan dilakukan secara hati-hati bertujuan untuk mencegah induk melakukan gerakan.

4.5 Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva
            Telur yang telah buahi oleh sperma ditebar pada hapa penetasan yang telah disiapkan. Penebaran dilakukan secara merata dan diusahakan telur tidak menumpuk pada satu tempat. Untuk menghindari penumpukan telur pada saat ditebar, caranya adalah dengan membuat semacam gelombang kecil menggunakan bulu ayam  pada saat telur ditebar.
Wadah penetasan dilengkapi dengan 2 (dua) titik aerasi serta saluran pemasukan air yang terbuat dari pipa PVC 1 (satu) inc yang diberi lubang untuk pergantian air selama proses penetasan telur. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sukabumi (2006), bahwa penetasan telur dilakukan pada bak yang sudah dilengkapi.
            Telur yang telah ditebar dan diberi aerasi dibiarkan dalam bak penetasan. Telur ini menetas dalam waktu 30-36 jam dengan suhu 230 C. Penetasan telur yang terdapat di lokasi praktik sesuai dengan pernyataan Najiyati (2003), bahwa telur akan menetas menjadi larva setelah 30-36 jam. Lamanya waktu penetasan telur tergantung pada suhu perairan dan udara. Hal ini sesuai dengan pernyataan Khairuman dan Amri (2005), bahwa telur akan menetas tergantung dari suhu perairan dan suhu udara, semakin panas (tinggi) suhu telur akan semakin cepat menetas dan kisaran suhu yang baik untuk penetasan telur adalah 27-300 C.
            Pemeliharaan larva dilakukan dalam bak penetasan telur sampai larva berumur 5 hari. Selama pemeliharaan, larva lele belum diberi makanan dari luar sebab masih terdapat kuning telur di dalam tubuhnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sunarma (2004), bahwa umumnya pemeliharaan larva dilakukan selama 5 hari dan belum diberi makan dari luar.
            Pemanenan larva dilakukan setelah larva berumur 5 hari. Cara pemanenan yang dilakukan pada lokasi praktik Hatchery Fakultas Perikanan adalah pertama dengan mematikan aliran air dan aerasi terlebih dahulu kemudian larva dikumpulkan pada satu titik di dalam hapa. Larva kering (tanpa air) diangkat dari kakaban.
           



V.    KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
            Kesimpulan yang dapat diambil dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang yang dilakukan antara lain:
1.     Metode pemijahan yang dilakukan di Hatchery Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Teuku Umar adalah dengan pemijahan secara semi intensif merupakan metode pemijahan yang lebih efisien dilakukan, karena lebih cepat indukan jatan dan betina melakukan masa kawinnya.
2.     Permasalahan yang kerap muncul dalam kegiatan pembenihan ikan lele sangkuriang di Hatchery Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Teuku Umar adalah siring matinya lampu sehingga sangat berpengaruh terhadap tingkat kelansungan hidup larva .
3.     Faktor penting dalam PKL di Hatchery Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Teuku Umar adalah mempersiapkan mesin ginset agar tingkat kelangsungan hidup larva  menjadi lebih baik untuk para mahasiswa yang ingin mengambil praktikum di Hatchery Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Teuku Umar

5.2. Saran
            Adapun saran yang ingin penulis sampaikan kepada pihak Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Teuku Umar adalah:
1.     Pihak Hatchery Perikanan diharapkan bisa menambahkan fasilitas seperti ginset karna faktor ini yang sangat mempengarui kelangsungan hidup dan tingkat keberhasilan suatu budidaya. Meskipun anggaran untuk membuat fasilitas tersebut sangat tinggi tapi ini demi meningkatnya agredititas Fakultas Perikanan
2.     Pihak Hatchery Perikanan juga diharapkan dapat melengkapi kekurangan sarana dan prasarana yang dibutuhkan seperti yang lain-lainnya untuk menunjang proses produksi yang lebih berkualitas.


 


DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2005.   Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Sukabumi
Anonimus. 2007. Budidaya Lele Sangkuriang (Clarias sp). http://www.dkp.go.id/ content.php?c=2558
Effendi, I.  2004.  Pengantar Akuakultur .  Penebar Swadaya.  Jakarta
Lukito, AM.  2002.  Lele Ikan Berkumis Paling PopulerAgromedia.  Jakarta
Mujiman, A.  2000.  Pakan Ikan.  Penebar Swadaya.  Jakarta
Prihartono ER, Rasidik J, Arie U.  2000.  Mengatasi Permasalahan Budidaya Lele Dumbo.  Penebar Swadaya.  Jakarta.
Simanjutak, RH. 1989. Pembudidayaan Ikan Lele Sangkuriang  dan Dumbo. Bharatara. Jakarta
Sunarma. Pembenihan Lele Sangkuriang http://sunarma.net/2008/09/ pembenihan-lele-sangkuriang-iii/. Diakses tanggal 30 Oktober 2010
Susanto, H.1989. Budidaya Ikan Lele. Kanisius. Yogyakarta
Suyanto, R. 1999. Budidaya Ikan Lele. Penebar. Swadaya. Jakarta
Wijaya, B. 2011. Panduan Praktis dan Lengkap Budidaya Lele Sangkuriang. Galmas Publisher. Klaten
(http://sunarma.net/2008/09/pembenihan -lele-sangkuriang-iii/)
Andrianto, T. T. dan Indarto, N. 2005. Pedoman Praktis Budidaya Ikan Lele. Yogyakarta.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. 2006. Modul Pelatihan Penguatan Kemampuan Dan Bakat Siswa (Life Skill); Pembenihan Ikan Lele Dumbo “Sangkuriang” (Clarias gariepinus). Pemerintah Kota Sukabumi. Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan. Sukabumi. Hal 1-3.
Direktorat Pembudidayaan. 2005. Budidaya Lele Sangkuriang. Direktorat Pembudidayaan, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Hal 1-13.
Effendie, M. I. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.
Hernowo dan S. R. Suyanto. 2004. Pembenihan dan Pembesaran Lele di Pekarangan, Sawah dan Longyam. Penebar Swadaya. Jakarta.

 


LAMPIRAN

    
Gambar 1. Kelamin Jatan/Betina        Gambar 2. Pengambilan Ovaprim                Gambar 3. Penyuntikan dengan Kemiringan

    
Gambar 4.Stripping Telur              Gambar 5.Pengambilan Sperma             Gambar 6. Penjaitan Ikan Kembali

      
Gambar 7. Telu/Sperma di berikan  NaCL                Gambar 8.Pehitungan Telur   Gambar          9. Mengaduk Menggunakan Bulu Ayam

 
Gambar 10. Penebaran Telur/Sperma yang sudah di Aduk dengan menggunakan bulu ayam